Arbie, Rosijanih and Mantau , Mercy
(2012)
Apresiasi Masyarakat terhadap Bahasa dan Sastra Jaton di Sulawesi Utara dan Gorontalo sebagai Wahana Pembentukan Karakter.
Makalah disajikan pada Seminar "Bulan Sastra dan Bahasa 2012 .
pp. 1-12.
Abstract
Masyarakat KJT (Kampung Jawa Tondano) yang tersebar di Propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo merupakan masyarakat multietnik dan multikultur. Berawal dari peristiwa sejarah, Perang Diponegoro 1825-1830 yang berdampak pada pengasingan kolonial Belanda terhadap para pejuang asal Jawa, Aceh, Palembang, Padang melalui Semarang, Batavia –Jakarta- sampai di Minahasa telah membuka cakrawala besar dalam bersyiar bagi generasi keturunannya sekitar 180 tahun lamanya. Bukti lainnya, makam Kyai Modjo, Kyai Demak, Pulukadang, Pangeran Amir Perbatasari, Wang Syarif, Syayid Abdullah Assegaf, Si Namin Gelar Malim Muda, Haji Arsyad Tawil, Teuku Umar, KH. Lengkong dan KH. Achmad Rifa’I asal Kendal (Pahlawan Nasional) yang berlokasi di Kota Tondano, Minahasa kini telah menjadi salah satu tujuan pariwisata. Lewat para pejuang inilah tercipta bahasa dan sastra yang telah diakui sebagai milik kolektif masyarakat Jaton. Substansi bahasa dan sastra yang eksis di masyarakat Jaton ini penting digali dalam rangka mendukung pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam konteks lokal dan global.
Bahasa dan sastra Jaton hingga kini masih eksis dan berkembang dinamis di masyarakat Jaton, baik di Sulawesi Utara dan Gorontalo. Bahasanya merupakan konvergensi dua bahasa, yaitu Jawa dan Tondano bagi orang Jaton di Sulawesi Utara dan Gorontalo. Seni sastranya, yakni hadrah, dames, dana-dana, syair dan meuman juga tetap mengisi khazanah kegiatan keseharian bagi masyarakat Jaton yang lazimnya ditampilkan berkaitan dengan Hari-Hari Besar Islam dan hajatan keluarga. Fenomena semacam inilah menunjukkan apresiasi masyarakat terhadap bahasa dan sastra Jaton yang dapat berfungsi sebagai wahana dalam pembentukan karakter anak bangsa yang santun.
Actions (login required)
|
View Item |