UNSRAT Repository

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI CYBER MENURUT UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Waworundeng, Mario Karlo (2016) PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI CYBER MENURUT UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. Jurnal Ilmu Hukum, 3 (10). pp. 12-21. ISSN 2338-0063

[img]
Preview
PDF
Download (155kB) | Preview

Abstract

Teknologi terus dikembangkan dalam rangka mempermudah manusia melakukan aktifitasnya sehari-hari. Salah satu produk teknologi informasi dan komunikasi kecanggihannya berkembang pesat dan menguasai hampir seluruh aspek kehidupan manusia adalah Internet. Para pelaku bisnis, pejabat, pemerintah dan banyak orang diseluruh dunia menggunakan Internet sebagai bagian dari bisnis nasional dan internasional serta kehidupan pribadi manusia sehari-hari. Eksistensi dari beberapa jenis bisnis justru tidak mungkin berlangsung tanpa adanya Internet. Munculnya kejahatan prostitusi cyber di Indonesia pertama kali terungkap pada bulan Mei 2003 dimana pada waktu itu Satuan Reskrimsus cyber crime Polda Metro Jaya berhasil menangkap mucikari cyber. Pelakunya adalah sepasang suami istri, Ramdoni alias Rino dan Yanti Sari alias Bela. Prostitusi cyber ini adalah modus baru yakni dengan menawarkan wanita melalui sebuah alamat web. Pemilik web ini memajang foto-foto wanita tersebut dengan busana minim yang siap melayani customer. Para peminat hanya cukup menghubungi Nomor HP para mucikari tersebut yang ditampilkan di halaman web, kemudian mucikari inilah yang mengantarkan pesanan ke kamar hotel atau ke apartemen sesuai dengan keinginan pelanggan. Dalam kerangka penegakan hukum, yuridiksi menjadi suatu hal yang berlaku secara fakultatif sehingga penegakannya tergantung dari kebijakan masing-masing negara. Hal ini disebabkan karena ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional (termasuk mengenai yurisdiksi) oleh sebagian pakar hukum masih dipandang sebagai sekadar kaidah moral saja. Apabila setiap negara masih mengakui yurisdiksi teritorial hukum pidana nasional suatu negara, maka setiap penanggulangan kejahatan-kejahatan yang bersifat transnasional atau internasional dengan sendirinya hampir tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan atau kerjasama antara negara satu dengan lainnya, seperti kerja sama bilateral atau multilateral.

Item Type: Article
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > Bidang Ilmu Hukum
Depositing User: Mr. Benhard W. Tampangela, ST
Date Deposited: 29 Aug 2016 02:53
Last Modified: 29 Aug 2016 03:40
URI: http://repo.unsrat.ac.id/id/eprint/1240

Actions (login required)

View Item View Item